Manusia memiliki tiga kecerdasan yaitu kecerdasan intelektual, kecerdasaan emosi, dan kecerdasan spiritual. Ketiga kemampuan ini sangat membantu seseorang dalam meningkatkan kualitas diri. Apabila mengabaikan salah satu kemampuan tersebut menyebabkan banyak individu dililit masalah secara pribadi maupun sosial masyarakat. Hal ini dikarenakan selama ini mayarakat mempercayai dan mengagung-agungkan secara dominan salah satu kecerdasan yaitu kecerdasan intelektual (IQ).
Kecerdasan intelektual (IQ) diperkenalkan oleh Alfred Binet, ahli psikologi Prancis abad ke-20. Dalam kecerdasan ini, kajiannya hanya sebatas kemampuan individu yang bertautan dengan aspek kognitif saja.
Kemudian timbul kajian Emosional Quotient (EQ) oleh pakar psikologi, Daniel Goleman (1997).
Emosional Quotient (EQ) dianggap sebagai faktor penting yang dapat mempengaruhi prestasi seseorang. Goelman mengemukakan bahwa kecerdasan emosi merujuk pada kemampuan mengenali diri sendiri dan orang lain.
Kemudian pengembangan riset oleh V. S. Ramachandran pada tahun 1997 menemukan adanya God Spot dalam otak manusia. Dalam God Spot ini, merupakan pusat spiritual manusia dan terletak di antara jaringan otak dan syaraf. Suatu jaringan yang secara literal mengikat pengalaman secara bersama untuk hidup lebih bermakna dan di sinilah terdapat fitrah manusia (Spiritual Quotient).
Kecerdasan Spiritual (SQ) merupakan kemampuan individu terhadap mengelola nilai-nilai, norma-norma dan kualitas kehidupan dengan memanfaatkan kekuatan-kekuatan pikiran bawah sadar atau lebih dikenal dengan suara hati (God Spot).
Kecerdasan Spiritual (SQ) yang memadukan antara kecerdasan intelektual dan emosional menjadi syarat penting agar manusia lebih memaknai hidup dan menjalani hidup penuh berkah. Terutama pada masa sekarang, dimana manusia modern terkadang melupakan mata hati dalam melihat segala sesuatu.
Manusia modern adalah manusia yang mempunyai kualitas intelektual yang memadai, karena telah menempuh pendidikan yang memadai pula. Salah satu ciri ynag kental dalam diri manusia modern adalah suka membaca. Namun, terkadang kualitas intelektual tersebut tidak dibarengi dengan kualitas iman atau emosional yang baik, sehingga berkah yang diharapkan setiap manusia dalam hidupnya tidak dapat diperoleh.
Keluarga sebagai lingkungan pertama yang membentuk pribadi, akan memberikan pengaruh besar dalam kehidupan individu saat ini dan kelak. Oleh sebab itu iklim keluarga harmonis akan menanamkan sikap positif yang dapat menuntun individu dalam menjani kehidupan dengan arif.
Sikap positif harus dimulai dari paradigma yang berpusat pada prinsip hakiki sebagai peta penuntun pribadi kejalan hidup yang lebih bijaksana. Salah satu pembawa keluarga pada keharmonisan adalah kecerdasan spiritual, karena ia mampu menuntun pribadi kearah paradigma yang berpusat pada prinsip yang benar sehingga membuat iklim keluarga menjadi harmonis.
Sukses dalam karir dan berhasil serta bahagia bersama keluarga, menjadi cita-cita setiap orang.... yang barang tentu ini semua membutuhkan perjuangan yang tak mudah, terutama bagi para wanita yang kebetulan mendapatkan keleluasaan dalam berkarier dari pasangannya. Tapi terkadang banyak para wanita yang tidak mampu memanfaatkan kebebasan itu dengan baik, sehingga malah menjadi kebablasan dalam bersikap...Tanpa terasa peraihan prestasi demi prestasi ( berdalih Emansipasi ) di tempat pekerjaannya malah tanpa disadari menuai kehampaan dalam rumah tangganya, terutama bagi sang penggagas pemberi kebebasan itu.
Tidak ada salahnya wahai para wanita....Terus Berkarya, tapi tetap sadar dengan kodratnya sebagai wanita dan istri bagi suaminya.
Sepatutnya setiap wanita berterima kasih pada Ibu Kartini, tanpanya perempuan Indonesia belum tentu bisa seperti sekarang. Bicara tentang emansipasi, kadang merasa bahwa menjadi wanita karir merupakan pencapaian tertinggi seorang perempuan. Sangat-sangat keren kalau bisa bekerja di kantor....punya gaji besar dan jabatan tinggi. Buatnya itu lebih keren daripada menjadi seorang ibu rumah tangga. Tapi harus sadar kalau itu hanyalah ego sebagai seorang perempuan dalam beremansipasi. Sekarang seharusnya merasakan lebih keren jika menjadi wanita karir tanpa melupakan kodrat perempuan untuk melahirkan dan mengurus anak serta keluarga yang baik dan benar sesuai ajaran Qur'an dan Hadist yg kita yakini kebenarannya.
Kecerdasan intelektual (IQ) yang tinggi tidak menjamin seseorang dapat meraih kesuksesan sesuai yang dia inginkan. Karena seseorang yang mempunyai tingkat intelektualitas yang tinggi namun memiliki kecerdasan emosi (EQ) yang rendah maka sering kali ia gagal karena tidak bisa mengendalikan emosi, berempati dan bertindak sesuai dengan situasi yang dihadapi. Namun, kecerdasan intelektual (IQ) dan kecerdasan emosi (EQ) harus dilandasi dengan kecerdasan spiritual (SQ) yang mengontrol segala perilaku manusia baik sebagai makhluk individu maupun sosial, baik ketika bersosial dengan masyarakat maupun dengan keluarganya.
Baik buruk seseorang kadang terukur dari ucapannya, kalau istilah bahasa sunda..."hade goreng ku basa". Tidak sedikit percekcokan dalam rumah tangga akibat dari ucapan yang memancing pasangannya bersikap agresif, jadilah perang dingin dalam rumah tangga, efeknya anak kita yang jadi korban akan keegoan kita sebagai orang tuanya.
Akhirnya...mari kita renungkan bersama. Sudah cerdaskah kita......?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar