Minggu, 07 April 2013

Bahasa Hati tidak bayar, tapi mahal.....?






Uuuuchh...!! .berat rasanya hati ini untuk berkata, tapi saya harus berusaha memulainya. Tanpa hati bicara, alam ini akan sepi dan kehilangan satu sumber suara dalam memuji keindahannya.
Apa kabar sahabat....  lewat hati ini, saya akan mencoba kembali tuk menulis. Semoga saja dapat menjadikan teman hati sahabat dikala sama-sama sedang sulit berkata.

Sahabat....
Pernahkah suatu saat kita main ke rumah teman, saudara atau tettangga. Dimana ketika kita dipersilakan masuk oleh anak atau pembantunya untuk menunggu sebentar duduk diruang tamu, karen orang yang ingin kita jumpai masih di dalam. Di ruang tamu, terasa waktu hanya sebentar, padahal tuan rumah sudah agak lama tidak muncul-muncul. Bahkan ketika kita duduk, terasa tuan rumah dan keluarganya menemani kita dan berbicara. Sungguh pintar yang punya rumah dalam memainkan hati lewat karya desain rumahnya. Pada saat langkah pertama masuk ruang tamu, sudah disambut dengan harumnya parfum. Ketika duduk didinding berderet bingkai2 photo yang tertata rapi yang di dalamnya terisi wajah2 ramah semua keluarganya, serasa mereka menyambut kehadiran kita dan berkata...apa kabar..? selamat datang.... ini anak2 saya lhoo....? dan lain-lain.....dalam kesendirian kita duduk terasa betah dan ramai oleh orang2 yang menyapa kita lewat tataan rapih gambar-gambar di dinding ruang tamu. Ini semua memberikan kesan, bahwa tuan rumah senang atas kehadiran tamunya. Itulah "Bahasa Hati"....bahasa yang semata-mata dilakukan untuk memberikan kedamaian terhadap sesama. Mana ada hati orang ingin disakiti........? 




Sahabat....itulah yang disebut bahasa hati. Kadang dalam kehidupan, penting hati kita untuk selalu diajak bicara, tanpa itu....maka kehidupan akan menjadi hampa, dan bahkan mungkin membuat hati orang lain menjadi sakit.

Kalau berbicara hati....
Pada dasarnya hati, dan pikiran manusia berpusat kepada sebuah kekuatan sentral kehidupan alam semesta yaitu Allah SWT, Jika seorang manusia memahami, dan menguasai cara menghubungkan hati, dan pikirannya dengan Allah SWT (berlatih menekan hawa nafsunya, menyadari isi hati dan pikirannya, ketundukan hati dan pikiran terhadap hukum-hukum Allah SWT), maka Allah SWT akan hadir dalam hati dan pikiran orang tersebut memberikan kekuatan dalam kehidupannya.

Sebaliknya jika manusia mengalami penyimpangan (distorsi) dalam menghubungkan hati & pikirannya dengan Allah SWT (percaya pada klenik, mistik, magis, & supranatural), maka orang tersebut akan menjadi orang-orang yang tersesat.




Sebagai ilmu yang tergantung dari keterhubungan hati & pikiran dengan tuhannya, maka bagi siapa pun yang mempelajari ilmu ini, penting sekali untuk memahami konsep ketuhanannya.  

Membaca hati sendiri itu lebih mudah dibandingkan membaca hati orang lain. tapi keduanya sangatlah penting dalam kehidupan.

Karakteristik pikiran manusia adalah sebagai berikut,
  • Isi pikiran tidak bisa dibatasi.
  • Isi pikiran berubah setiap detik.
  • Isi pikiran bisa saja diucapkan, bisa saja tidak.
  • Isi pikiran bisa saja dilakukan, bisa saja tidak.
  • Isi pikiran bisa direkayasa.
  • Isi pikiran merupakan bagian dari pikiran bawah sadar (tidak disadari), kecuali bila seseorang selalu melatih kesadaran isi pikiran.
Pikiran manusia tidak faktual, pikiran manusia tidak bisa dibatasi  perubahannya, maupun jangkauannya (daya pikir), untuk menguasai ilmu membaca pikiran seseorang harus mengikatkan dirinya pada nilai moral dan agama.


Surga dan Neraka tak bisa dinalar, Akal bukanlah instrumen untuk mengenalnya...melainkan ”Hati”.
Jadi jika hati itu masih tertutup, maka hati itu tak akan pernah memahami Surga dan Neraka.
Hati yang terbuka, tak akan dirundung kerisauan. Jika hati masih risau, maka hati itu belum bisa melihat Allah.......




Sahabat.......
Sering kita dengar dari para komentator dari para juri lomba penyanyi di layar kaca. ...."bernyanyilah kamu dengan hati, maka akan sapailah suara hatimu lewat lagu tersebut dengan baik dan indah....."
Begitu pula dalam kehidupan....ketika kita menulis, bergaul dengan teman, bercengkrama dengan keluarga, memadu kasih dengan pasangan hidup. Tanpa menyertakan hati di dalamnya.....siap-siap saja menghadapi kehancuran. 

Sahabat....mungkin kita sering mendengar terjadinya,  pertengkaran......perselingkuhan.....perceraian......dan lain-lain, yang menjadikan terputusnya hubungan talisilaturahmi dengan sesama, itu semua terpusat pada bahasa hati yang rusak. 




“Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.” (QS. Al-Hajj: 46)

“Ketakwaan itu di sini, ketakwaan itu di sini,” seraya beliau menunjuk ke dada beliau (HR. Muslim dari Abu Hurairah). Dan tempat ketakwaan tentunya adalah dalam hati.

“Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat berakal dengannya.” (QS. Al-Hajj: 46)

“Ketahuilah, sesungguhnya di dalam hati ada segumpal daging yang kalau dia baik maka akan baik pula seluruh anggota tubuh, dan kalau dia rusak maka akan rusak pula seluruh anggota tubuh, ketahuilah di adalah hati.” (Muttafaqun alaih)
Ibnu Rajab Al-Hanbali berkata, “Dalam hadits ini ada isyarat yang menunjukkan bahwa baiknya gerakan anggota tubuh seorang hamba, dia meninggalkan semua yang diharamkan dan menjauhi semua syubhat, sesuai dengan baiknya gerakan hatinya.” (Jami’ Al-Ulum Wa Al-Hikam: 1/210)




Sahabat.....
Kita semua pernah merasakan, jika hati kita sertakan dalam kehidupan. Masih ingat kan....? ketika pertama kali berkenalan dengan orang yang disukai...maka semuanya terasa indah, karena perasaan hati yang mendominasi dalam diri ketika itu. Lupa sehari saja tidak menyapanya, maka terasa ada sesuatu yang hilang.
Tetapi apa yang terjadi setelah waktu terus berjalan, ketika perkenalan menyatu dalam suatu ikatan perkawinan, lambat laun kata "Hati" menjadi semakin asing dalam diri. Yang ada hitung-hitungan diantara kita.....hak dan kewajiban dijadikan tameng untuk saling menjatuhkan pasangannya, akhirnya semakin terabaikanlah perasaan hati yang seharusnya dijaga agar tetap terus mewarnai kehidupan ini..... 




Kadang kita terlalu yakin akan diri, bahwa saya telah banyak menggunakan hati dalam kehidupan. Padahal sebetulnya baru sebatas ketika bersosial dengan atasan...sahabat tempat Curhat....atau mungkin teman selingkuhan.....Tapi ketika kita menyadari diri dengan jujur,... apakah juga masih tetap terasa dilakukan ketika kita bergaul dengan pasangan hidup, anak, dan keluarga...  
Nampaknya mungkin kita perlu introspekdi diri.....sudah seimbangkah bahasa hati yang kita lakukan itu dalam kehidupan..... kepada semua orang, bahkan termasuk kepada pembantu sekalipun...?



 
Bahasa hati tidak dibeli memang...... tapi kadang tarasa mahal dirasakan, ketika ketidakpedulian dan ketertutupan hati seseorang berkecamuk dalam diri......
Yu.....mari kita sama-sama menemukan dan mengembalikan kembali bahasa hati yang dulu pernah ada, agar terus cahayanya dapat menyinari tubuh kita dalam kehidupan, dimanapun kita berada..... 

Salam Ukhuwah