Jiwa
adalah salah satu unsur ruhaniah manusia yang sangat menentukan bagi semangat
hidup, etos kerja dan kebahagian seseorang. Memang persoalan jiwa didiskusikan
para ahli pemikiran Islam terutama soal kekekalan dan kenisbiannya dan
kaitannya dengan qalbu atau hati manusia. Namun para pemikir muslim sepakat
bahwa jiwa merupakan bagian dari unsur ruhaniyah manusia dan yang akan
mengalami dan merasakan azab atau nikmat.
Pentingnya peran unsur dalam (qalbu) manusia disebutkan secara eksplisit dalam sebuah hadits Rasulullah saw, yakni: “Didalam diri manusia ada mudghah (segumpal daging). Apabila ia baik maka akan baiklah seluruh jasad manusia dan apabila ia buruk maka akan buruklah seluruh jasad manusia. Ketahuilah bahwa itu adalah qalbu” (HR.Bukhari dan Muslim)
Pentingnya peran unsur dalam (qalbu) manusia disebutkan secara eksplisit dalam sebuah hadits Rasulullah saw, yakni: “Didalam diri manusia ada mudghah (segumpal daging). Apabila ia baik maka akan baiklah seluruh jasad manusia dan apabila ia buruk maka akan buruklah seluruh jasad manusia. Ketahuilah bahwa itu adalah qalbu” (HR.Bukhari dan Muslim)
Begitupula dengan Firman Allah :
قَدْ أَفْلَحَ مَن
زَكَّاهَا - وَقَدْ خَابَ مَن دَسَّاهَا
“Sungguh beruntunglah orang yang
mensucikan jiwa itu, dan sungguh merugikan orang yang mengotorinya” (QS.91/al-Syams: :9-10).
Sejalan dengan itu banyak
sekali kita saksikan orang yang memiliki semangat kerja, etos kerja dan
konsentrasi kerja yang tinggi akibat jiwanya mengalami ketenangan. Karena
sesungguhnya peran kekayaan jiwa itu dapat mendongkrak diperolehnya kekayaan
materi dan seterusnya hingga diperolehnya kebahagiaan dan keselamatan di
akhirat seperti disinyalir dalam S.Al-Fajr :
يَا أَيَّتُهَا
النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ - ارْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرْضِيَّةً - فَادْخُلِي
فِي عِبَادِي - وَادْخُلِي جَنَّتِي
“Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan
hati yang puas lagi diridai-Nya. Maka masuklah ke dalam jemaah hamba-hamba-Ku,
dan masuklah ke dalam surga-Ku”.
(QS. 89/al-Fajr:30]
Berdasarkan
apa yang dikemukakan di atas, maka kekayaan jiwa merupakan sesuatu yang harus
dicari oleh setiap orang yang beriman dengan menggunakan instrumen dan
fasilitas material dan rohaniyah yang dimiliki oleh manusia. Namun lebih dahulu
kita harus mendiskusikan ciri dan aktualisasi kekayaan jiwa itu dalam kehidupan
manusia, diantaranya;
Pertama, kekayaan jiwa terpancar pada sikap kasih sayang dan
ramah terhadap sesama manusia, teman kerja, seiman, sekampung, dalam suatu
masyarakat dan sebangsa. Orang yang kaya jiwa selalu menunjukkan sikap yang
care terhadap siapapun yang ditemui dan menemuinya, hinga ia memiliki jaringan
yang kuat yang diwarnai oleh kebaikan dan ketaqwaan. Sebagaimana firman Allah:
وَتَعَاوَنُواْ
عَلَى الْبرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُواْ عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam
(mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat
dosa dan pelanggaran “
(QS. Al-Maidah:2)
Kedua, orang yang kaya jiwa
terpancar dalam sikapnya yang selalu berpandangan positif terhadap kesempatan
yang diperolehnya, kerja yang menjadi tugasnya dan nasib yang menjadi jalan
hidupnya.
Ketiga, kaya jiwa tergambar pada
prinsip seseorang bahwa dia harus berpartisipasi dalam membangun peradaban dan
kesejahteraan umat manusia. Dia merasa senang kalau ada orang lain yang merasa
bahagia karena fasilitas dan bantuannya. Dia bahagia dan merasa berhasil kalau
dia menjadi bagian dari penyebab seseorang akan berhasil. Rasulullah saw
mengisyaratkan bahwa diantara kebaikan seorang muslim adalah memberhasilkan
saudaranya hingga terpenuhi hajat hidupnya. Rasulullah saw bersabda: “ Barang siapa berjalan menemani saudaranya
yang muslim dalam rangka memenuhi hajatnya hingga tercapai, Allah swt akan
mengokohkan kakinya dihari ketika tergelincir kaki manusia (kiyamat) “ (Sahihul
Jami’).
Keempat, orang yang memiliki kekayaan jiwa adalah orang yang
tidak putus asa dan kecewa terhadap masalah, tantangan dan bahkan kegagalan
yang dialaminya. Tetapi dia menyadari bahwa dibalik kesulitan ada kemudahan,
dibalik kesempitan ada kesempatan dan dibalik kegagalan ada keberhasilan,
firman Allah swt:
فَإِنَّ مَعَ
الْعُسْرِ يُسْرًا - إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
“ Sesungguhnya dibalik kesulitan ada
kemudahan, sungguh dibalik kesulitan ada kemudahan”
(QS. Al-Insyirah: 5-6)
Kelima, orang yang memiliki kekayaan
jiwa tetap merasa bahwa dirinya mempunyai peluang untuk berbuat dan optimis berhasil.
Oleh karenanya dia memiliki motivasi dan etos kerja yang tinggi.
Cinta Dunia membuat manusia menjadi liar.
Abdullah bin Mubarak rah.a berkata, “Cinta kepada dunia dan dosa membuat
hati manusia menjadi liar, sehingga kata-kata kebaikan tidak sampai ke
hati mereka, yaitu tidak dapat mempengaruhinya.”
Yahya bin Muadz rah.a. berkata, “Tiga jenis manusia cerdik adalah,
(1)
Yang meninggalkan dunia sebelum dunia meninggalkannya,
(2) Yang membuat
persiapan untuk memasuki kubur sebelum tiba masanya memasuki kubur,
(3)
Yang menghasilkan keridhaan Allah sebelum berjumpa dengan-Nya. Beliau
juga berkata, “Dunia begitu parah keburukannya sehingga keinginan untuk
memperolehnya saja menjadikan kamu sibuk dalam urusan kamu tanpa
mempedulikan ketaatanmu kepada Allah. Jika baru keinginan kepada dunia
saja sudah menjadikan kamu lalai dari ketaatan kepada Allah, bagaimana
yang akan terjadi seandainya kamu benar-benar terperangkap dalam dunia.”
Wahai Amirul Mukminin, hindarkan diri dari dunia dan pada saat gembira
pun kita patut menangis. Orang yang percaya kepada dunia, apabila
mengalami kegembiraan sedikit saja, sudah pasti dia akan terperangkap
dalam musibah. Orang yang mencari kepuasan dunia adalah orang yang
tertipu dan orang yang menerima keuntungan di dunia pasti akan mengalami
kerugian. Kesenangan di dunia terpaut dengan kesusahan, dan puncak
wujud dunia adalah fana.
Perasaan gembira di dunia terlibat dengan
kesedihan. Apa yang sudah lepas tidak akan datang lagi, dan apa yang
akan datang tidak diketahui bentuk rupanya. Harapan-harapan di dunia
adalah palsu dan cita-citanya sia-sia. Yang kelihatan bersih di dunia
pada hakikatnya adalah kotor. Kemewahannya merupakan hasil usaha yang
keras, manusia senantiasa dalam keadaan bahaya di dunia.
Jika seseorang
mempunyai akal dan berpikir secara mendalam, dia akan memahami bahwa
semua kenikmatan dunia adalah berbahaya dan ujung-ujungnya adalah
malapetaka. Sekiranya Allah Swt. sang Penciptanya tidak pernah
memberitakan keburukan dan keaibannya, namun keadaan penipu itu sendiri
sudah cukup untuk membangunkan yang sedang tidur dan menyadarkan yang
lalai agar berhati-hati. Padahal Allah Swt. telah memberi peringatan
mengenainya dan menasihatinya berkenaan dengan dunia bahwa di sisi-Nya
dunia tidak bernilai dan setelah menciptakannya tidak pernah melihat
keadaannya dengan pandangan rahmat.”
Di dalam sebuah hadits Rasulullah saw. mengutip firman Allah Swt. kepada
Musa a.s., “Apabila engkau mulai menerima keluasan, maka pahamilah
bahwa dia datang sebagai balasan atas suatu kesalahanmu, dan apabila
kamu mulai menerima kesempitan, maka katakanlah, ciri-ciri kesalehan
sedang mendatangimu.”
Imam Ghazali rah.a. berkata, “Dunia
sangat cepat akan berakhir. Ia akan berakhir tidak lama lagi. Walaupun
dia berjanji akan kekal, tetapi tidak pernah menepati janjinya dan pasti
akan mengingkarinya. Apabila kamu melihat kepadanya, kamu akan merasa
dia tetap di satu tempat, walaupun sebenarnya dia sedang bergerak dengan
cepat. Tetapi gerakannya tidak dirasakan kecuali ketika dia sudah
berakhir. Seumpama benda yang sedang bergerak, tetapi gerakannya tidak
dirasakan.”
Suatu ketika di hadapan Hasan Basri rah.a. sedang dibicarakan mengenai dunia, maka beliau berkata,
“Dunia
seumpama mimpi orang-orang yang sedang tidur atau seperti bayang-bayang
yang sedang bergerak. Orang-orang berakal tidak dapat diperdaya
olehnya.”
Imam Hasan r.a. biasanya membaca syair berikut ini,
“Wahai
mereka yang menggemari kenikmatan dunia, duniamu tidak akan kekal,
terpedaya dengan bayang-bayang yang bergerak adalah kebodohan.”
Yunus bin Ubaid rah.a. berkata, “Aku telah memahamkan hatiku sendiri
bahwa dunia diumpamakan seperti seseorang yang sedang tidur sambil
bermimpi banyak hal, yang baik dan yang buruk. Tiba-tiba matanya
terbuka, maka segala hal yag dia lihat dalam mimpi pun lenyap.
Demikianlah manusia di dunia ini sedang tidur dan melihat segala-galanya
dalam mimpi, apabila dia meninggal dunia barulah matanya terbuka serta
tidak akan melihat lagi keindahan dunia dan tidak juga kesedihannya.”
Perlu kita renungkan bahwa manusia melalui tiga zaman. Satu adalah
ketika alam ini diciptakan sampai waktu dia dilahirkan ke alam dunia.
Kedua, zaman setelah dia mati sampai ke zaman yang kekal. Di antara
kedua zaman itu ada zaman ketiga, yaitu masa antara dia dilahirkan
hingga dia mati. Jangka waktu zaman ketiga ini jika dibandingkan dengan
kedua zaman lainnya adalah sangat singkat.
Oleh karena itu Rasulullah saw. pernah bersabda,
Sesungguhnya, jika seseorang melihat dunia seperti pandangan yang diberitahukan oleh Rasulullah saw., maka sudah tentu dia tidak akan bertumpu kepada dunia sedikit pun dan tidak akan memperdulikannya dalam waktu sesingkat itu untuk menghabiskannya dengan kesenangan atau pun penderitaan.
Oleh karena itu Rasulullah saw. pernah bersabda,
“Apakah kaitan kepentinganku dengan dunia? Yaitu
diumpamakan seperti seorang musafir dalam panas terik, lalu melihat
sebatang pohon rindang kemudian duduk beristirahat sebentar di bawah
pohon itu pada waktu tengah hari. Kemudian meninggalkan pohon itu dan
berjalan kembali.”
Sesungguhnya, jika seseorang melihat dunia seperti pandangan yang diberitahukan oleh Rasulullah saw., maka sudah tentu dia tidak akan bertumpu kepada dunia sedikit pun dan tidak akan memperdulikannya dalam waktu sesingkat itu untuk menghabiskannya dengan kesenangan atau pun penderitaan.
Setelah semua pembicaraan di atas,
ada satu hal yang harus kita pahami dengan baik, apakah dunia itu...? sehingga
begitu banyak keburukannya yang telah dinyatakan dalam al Quran dan
hadits-hadits Rasulullah SAW.. Perlu dipahami bahwa segala yang berlaku
pada manusia sebelum dia mati, hal itu dikatakan dunia. Dan segala yang
berlaku setelah dia mati dikatakan akhirat.
Rasulullah saw. bersabda,
“Bagi setiap umat ada anak lembu
(patung berhala atau tuhan palsu) yang mereka sembah. Anak lembu bagi
umatku adalah uang (yakni seolah-olah menyembahnya). Anak lembu kaum
Musa a.s. pun dibuat dari emas.”
(Ihya Ulumiddin)
Tidak ada cinta terhadap dunia kecuali cinta terhadap Allah. Kalaupun ada cinta dunia itu semata-mata hanya untuk beribadah kepada Allah. Kita harus mencontoh Rosulullah. Beliau adalah seorang pemimpin yang sangat di cintai umatnya, seorang suami yang menjadi kebanggaan keluarganya, seorang pengusaha sukses yang tidak diperbudak oleh silaunya dunia.
Dunia adalah segala sesuatu yang membuat kita lupa kepada Allah. misalnya: shalat, puasa, sedekah, tetap di katakannya urusan dunia apabila niatnya ingin di puji orang lain, sehingga hatinya lupa kepada Allah. Sebaliknya jika ada orang yang sibuk siang malam mencari uang untuk di salurkan kepada orang yang lebih membutuhkan, yang disitu tujuannya bukan untuk kepentingan pribadi. Meskipun disitu aktivitasnya seolah duniawi tapi segala sesuatunya di kerjakan di jalan Allah.
Bagaimana ciri orang yang cinta dunia?
- Jika ada seseorang yang mencintai sesuatu maka dia akan di perbudak oleh apa yang di cintainya. Jika seseorang sudah cinta dunia maka akan datang berbagai macam penyakit hati. seperti: sombong, iri, serakah dll. Selain itu orang yang merasa tidak puas akan melakukan perbuatan keji untuk mendapatkan apa yang di inginkan.
- Ciri lainnya yaitu takut kehilangan. Orang yang mempunyai pangkat atau kedudukan, ia akan merasa takut pangkat atau kedudukannya akan di ambil. Termasuk juga peristiwa akhir-akhir ini mengenai akan dinaikannya harga BBM oleh Pemerintah, sampai ada yag menganiaya diri dan berbuat anarkis dalam berorasi, sepertinya nasib seseorang ditentukan hanya tok "BBM" Oleh sebab itu pecinta dunia yang berlebihan tidak pernah bahagia hidupnya.
Rosulullah adalah seorang pengusaha sukses yang mana harta dunia mudah untuk di dapat, tapi semuanya itu tidak pernah bisa mencuri hatinya. Ingatlah semua yang ada di langit dan bumi adalah titipan Allah semata, kita tidak mempunyai hak apa-apa.
Allah pernah berfirman: “Tidak Aku
ciptakan jin dan manusia semata-mata hanya untuk beribadah kepadaKu”
Kita harus meyakini bahwa siapapun yang tidak pernah melepaskan dirinya
dari kecintaan dunia yang berlebihan. Maka hidupnya akan sengsara.
Mengapa? Karena sumber segala fitnah dan kesalahan adalah ketika
seseorang begitu mencintai dunia. Kita juga harus tahu bahwa semua yang
ada di dunia ini tidak ada yang kekal abadi semuanya akan kembali kepda
Allah sang Maha Pencipta. Jangan terlalu cinta dunia yang berlebihan.
Kita harus banyak bersyukur atas nikmat yang telah diberi oleh Allah.
Untuk mengurangi atau meminimalisir sikap mempertontonkan identitas dan status sosial diri manusia (rasa bangga, gengsi), serta sikap konsumerisme (hasrat) yang berlebihan sebagai akibat dari pengarus kapitalisme dan modernis, setiap orang perlu kembali merujuk pada ajaran agama (Islam), dan memahami hakekat diri sebagai manusia. Dengan berpegang teguh pada agama atau memiliki keyakinan keagamaan (iman dan taqwa) yang kuat, hasrat yang ada pada diri akan dapat ditekan (dikendalikan). Hasrat (nafsu) keduniaan yang bersifat konsumtif dapat menghalangi atau mengurangi prinsip atau hakekat (makna) ibadah kepada Allah. Hakekat diri sebagai manusia merupakan pengakuan diri tentang kedudukannya sebagai hamba Allah, dan kedudukannya sebagai pribadi (individu) yang mandiri, bukan menjadi atau meniru orang lain. Dengan demikian setiap manusia sebagai individu diharapkan memiliki kecerdasan intelektual, emosional, sosial, dan spiritual dalam mejalankan hidup dan kehidupannya. Sehingga hidup menjadi bermakna (berkualitas), baik di dunia maupun kelak di akherat.